Durian.
Siapa yang tidak kenal buah yang satu ini? Durian disebut-sebut sebagai raja
buah. Banyak orang yang menyukai buah ini, mereka berpendapat buah ini
sangatlah manis dan beraroma sangat wangi, hal itu sangatlah mengundang selera
untuk memakannya. Ada yang menyukai ada juga yang membencinya, kebanyakan dari
mereka yang tak menyukai buah durian karna mereka menganggap buah tersebut
beraroma sangatlah tidak sedap dan bentuknya yang lembek.
Kini
menyantap durian tidak harus dalam keadaan utuh alias dengan bentuk lembeknya
itu. Banyak pedagang yang membuat kreasi dalam aneka macam makanan dan minuman.
Seperti ini, es krim durian. Memang sudah banyak pedagang yang membuat jenis
ini, tapi di daerah Bekasi ada sebuah kedai eskrim yang menjual es krim durian
dengan berbagai pilihan campuran seperti keju, coklat, strawberry, mocca dan
kacang mede. Rasanya memang benar-benar nikmat, karna eskrim ini dibuat dengan
buah durian asli bukan perasa durian dan diatasnya juga ditambah dengan buah
durian asli. Eskrimnya lembut dan wangi. Di sini juga tersedia roti bakar dan
otak-otak sebagai sandingan saat menyantap es krim durian tersebut.
Kedai
eskrim ini bernama “Ice Cream Orien” cabang Agus Salim/Patal Bekasi. Kedai es
krim ini berlokasi di Jl. Agus Salim depan Patal Bekasi. Kedai es krim orien
ini juga telah membuka cabang di Ruko
Vila Sari Jl. Raya Mustika Jaya, Bekasi. Kedai ini buka setiap hari dari pukul
2 siang hingga pukul 11 malam. Biasanya para remaja Bekasi mendatangi pada
malam hari, lebih sering malam minggu. Jangan heran kalau melihat antrian
panjang saat membelinya.
Kedai
ini diberi nama “Ice Cream Orien” karna dari sang pendiri kedai es krim yang
bernama Pak Orien. Pada tahun 2006 awalnya beliau buka di gang menggunakan
tenda. Memasuki tahun 2010 kedai tersebut kini telah menempati ruko yang
sekarang. Bukan hanya kenikmatan makanan dan minuman, dan tempatnya yang nyaman,
tapi juga harganya yang terjangkau. Kita bisa menikmati berbagai jenis hidangan
mulai dari harga Rp 7000.
Para pelajar ataupun mahasiswa selalu dihadapkan dengan keharusan
mengikuti ujian setiap beberapa waktuya. Ujian lebih banyak dilakukan dengan
cara tertulis (teori) daripada prakteknya. Pelajar atau mahasiswa harus duduk
dalam ruangan kelas tanpa suara mengerjakan soal yang ada di kertas ujian.
Saat para pelajar atau mahasiswa tidak mampu menjawab soal yang
diberikan, tak ada yang bisa dilakukan, mereka hanya akan memandang lembaran
soal yang ada di hadapan mereka. Lalu mereka melihat teman-teman
disekelilingnya yang dengan lancer mengisi lembaran soal tersebut dan pengawas
ujian yang mungkin tidak terlalu ketat dalam menjaga. Apa yang ada dibenak
mereka?
Mencontek. Kata menyontek mungkin sudah tidak asing lagi bagi pelajar
dan mahasiswa. Setiap orang pasti ingin mendapat nilai yang baik dalam ujian,
dan sudah tentu berbagai macam cara dilakukan untuk mencapai tujuan itu.
Masalah menyontek selalu terkait dengan tes atau ujian. Banyak orang
beranggapan menyontek sebagai masalah yang biasa saja, namun ada juga yang
memandang serius masalah ini. Di sini kita akan membahas beberapa hal tentang
mencontek.
1.Pengertian menyontek
Kata contek atau menyontek memiliki banyak arti.
Kata “menyontek” berasal dari kata “sontek”.
Dalam kamus Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “sontek/menyontek” memiliki
arti: mengutip tulisan sebagaimana aslinya; menjiplak.” Di sini penyontek
bener-benar memindahkan isi dari tulisan orang lain dan menyalinnya sebagai
tulisan sendiri.
Menyontek juga bisa dikatakan upaya seseorang untuk
mendapatkan suatu keberhasilan dengan berbuat curang. Karna memang biasanya
yang melakukan menyontek itu sudah tidak tau lagi bagaimana cara berhasil
mengerjakan tulisan dan berniat melihat isi tulisan orang lain.Dengan menyalin
tulisan orang lain tanpa sepengetahun pemilik itu bisa dikatakan sebagai
pencuri.
Banyak pelajar atau mahasiswa melakukan tindakan mencotek karena ingin
mendapatkan nilai yang bagus tanpa harus lelah membaca buku. Sudah
dimaklumi bahwa orientasi belajar siswa-siswi di sekolah hanya untuk
mendapatkan nilai tinggi dan lulus ujian, lebih banyak kemampuan kognitif dari
afektif dan psikomotor, inilah yang membuat mereka mengambil jalan pintas,
tidak jujur dalam ujian atau melakukan praktek mencontek.
2.Katagori Menyontek
Menyontek bisa dikategorikan menjadi 2 cara menyontek. Pertama melakukan
tindakan menyontek dengan usaha sendiri. Di sini maksudnya dengan menyontek
buku, membuat catatan sendiri yang dicatat di lembaran kecil atau ditulis di
bagian tubuh tersembunyi. Jadi si pelajar atau mahasiswa menyontek dengan
usahanya sendiri, tanpa melihat isi jawaban teman.
Kedua, pelajar atau mahasiswa melkukan kerjasama dalam menyontek. Beberapa penyontek biasanya memang
sudah membuat kode dalam memberi jawaban. Kode tersebut biasanya membuat
gerakan tangan agar tidak menimbulkan suara. Dalam cara kerjasama seperti ini
tetap dibutuhkan orang yang pintar juga agar bisa menemukan jawaban yang benar.
3.Faktor penyebab
siswa menyontek
Emang tidak mungkin para pelajar atau mahasiswa melakukan tindakan
menyentok tanpa alasana. Ada beberapa faktor
Penyebab siswa menyontek saat melaksanakan ujian adalah :
a.Adanya
tekanan besar yang diberikan kepada “hasil studi” berupa angka dan nilai yang
diperoleh siswa dalam test.
b.Kurangnya pendidikan moral dalam kehidupan siswa baik di rumah
maupun tempat belajarnya.
c.Sikap malas
yang terukir dalam diri siswa sehingga ketinggalan dalam menguasai mata
pelajaran dan kurang bertanggung jawab.
d.Anak remaja kebanyakan lebih memilih berusaha memiliki banyak
teman dan popular ketimbang jadi anak pintar yang terkesan tidak gaul.
e.Adanya
peluang untuk menyontek karena pengawasan yang kurang ketat.
4.Cara mengurangi tindakan menyontek
Ada beberapa
cara yang dapat digunakan para pengajar untuk membuat para pelajar agar tidak
melakukan tindakan menyontek :
a.Saat belajar
gunakan metode belajar yang tidak membosankan, lakukan Tanya jawab agar para
pelajar bisa menyerap pelajaran dengan baik.
b.Tumbuhkan
rasa percaya diri pada anak. Ini dilakukan agar pelajar lebih percaya diri pada
jawabannya sendiri dari pada melihat orang lain.
c.Pengajar
sebaiknya menggunakan system penilaian yang objektif. Tidak terpaku memberikan
penilaian hanya pada hasil ujiannya saja tapi juga pada prilaku dan belajarnya
di kelas.
d.Jangan
menggunakan metode menghafal, karna saat pelajar lupa mereka akan membuka buku
untuk mengtahui jawabannya.
e.Lakukan
pendekatan kepada anak sebagai seorang teman, Tanya apa kesulitannya. Karena
guru bukan untuk ditakuti.
f.Beritahu apa dampak buruknya jika kita
melakukan tindakan menyontek terus menerus bagi kehidupan kita.
5.Kesimpulan
Masalah
menyontek yang biasa dilakukan oleh para pelajar umumnya dilakukan saat mereka
sedang dihadapi dalam kesulitan menjawab soal. Menyontek memiliki arti sebagai
mengambil atau melihat atau mencuri isi buku atau tulisan orang lain tanpa izin
dan dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Kurangnya pengetahuan, rasa percaya
diri dan pendidikan moral yang membuat mereka melakukan tindakan menyontek.
Atas tindakan itu seharusnya para pengajar bisa mengambil peran
dalam proses belajar mereka dengan
meningkatkan miat belajar dan rasa percaya diri yang tinggi dalam
menjawab soal. Guru juga harus bersikap objektif dalam menilai dan memberikan
pengajaran tentang dampak buruk menyotek. Dengan menyontek akan meninggikan
angka korupsi yang bisa dilakukan karna sering melakukan pencurian untuk
mencapai keberhasilan yang sudah dilakukan sejak kecil.
Sembukan beach located in the District Paranggupito
approximately 40 Km south of Wonogiri and can be taken 2 hours by driving.
Sembukan beach known as the beach is crowded by the ritual of meditation and
blessing “ngalab”, besides that there is also a place of worship was at the top
of the mountain which is located not far from the Sembukan beach. According to
myth, this beach is the 13rd gateway to the kingdom of the Queen of South. This
gate is used by Queen of South to attend a meeting with the Kings of Surakarta
Kasunanan (Pakubuwono). Heredity is a reference to people's lives around.
Sembukan beach is one of the central places held Javanese ritual (ancient
Javanese). Salvation is held once a year either by float Ageng Kraton
Surakarta, Wonogiri regency, as well as rural communities with taking down
Paranggupito head of Buffalo in 1st suro particular night. Ritual ceremonies
Ageng Labuhan is intended to invoke the safety and tranquility of the nation.
These events are also staged in the sacred dance is dance Bedoyo Parang Kencono
also followed by a puppet show. It is very interesting that quite a lot of tourists
visit.
As one tourist destination in Wonogiri, management is arguably less than
optimal. From 1992 until early 2011 there was no change to improve. For
example, the access road to the beach very minim, the beach is located on the
far end of the road. There is no public transport whatsoever, can only be
traversed by a private vehicle. The number of road potholes, narrow, winding
and up and down.
But luckily it's way to the end of the beach really is a natural form of small
forests, fields, valleys, rocks and little settlements that made the trip did
not feel uninterested. Around of coast has been equipped with a means of
worship such as mosques, paseban and studio. Also had no toilet, parking and
although still a little shop. Trash is still rarely seen.
Sembukan beach is smaller than the neighboring beach Nampu, that's what makes
the beach Sembukan was rarely visited by tourists. Many tourists who do not
know Sembukan coast, they know Nampu coast that are larger and finer sand
beaches. But that doesn’t make some tourists prefer the resorts that are still
unexplored.
There is no place where we can see the beauty of this world by looking at the
ranks of the island with the sea as its outer boundary. There are birds flying.
Sembukan beach is not too big but it has its own charm and has a fairly large
waves hit the cliff wall. What more if the waves were very big, very High
temperatures.
Sembukan beach in rocky coves, but the beach Sembukan not intended for
swimming. For those who like fishing, the area around the beach is known as a
strategic place for fishing while enjoying the sea and mountains, there are
many types of fish can be found on the beach.
So while you are still awake the natural Sembukan Coast, let's keep this
resort. Do not start with the bad things. Do it by not littering in advance.
Museum, jika kita mendengar kata museum yang ada pada pikiran kita adalah sejarah, hal kuno, menyeramkan dan membosankan. Tapi itu benar-benar bertolak belakang saat kita mengunjungi museum Bank Indonesia yang beralamat di Pintu Besar Utara No. 3 Dekat dengan stasiun kota, Kota Tua, Jakarta Barat.
Di museum Bank Indonesia banyak cerita sejarah perekonomian di Indonesia dari masa penjajahan hingga saat ini. Karena yang kita ketahui Bank Indonesia (BI) merupakan bank sentral sebagailembaga yang sangat vital dalam kehidupan perekonomian nasional karena kebijakan yang diambil oleh BI akan memiliki dampak yang langsung dirasakan oleh masyarakat. Di museum tersebut juga terdapat contoh mata uang dari seluruh Negara di dunia, juga bentuk uang yang ada di Indonesia dari dahulu hingga sekarang yang masih berlaku di masyarakat. Kita mengetahui uang yang beredar dan sah sebagai alat tukar menukar di Indonesia ialah resmi dicetak atas naungan Bank Indonesia.
Museum ini awalnya merupakan sebuah rumah sakit Binnen Hospitaal, lalu kemudian digunakan menjadi sebuah bank yaitu De Javashe Bank (DJB) pada tahun 1828. Lalu setelah kemerdekaan yaitu pada tahun 1953, bank ini di-nasionalisasikan menjadi bank sentral Indonesia atau Bank Indonesia. Tapi tidak lama, yaitu tahun 1962, Bank Indonesia pindah ke gedung yang baru. Gedung ini dibiarkan kosong, namun dewan gubernur BI menghargai nilai sejarah yang tinggi atas gedung tersebut, sehingga memanfaatkan dan melestarikannya menjadi Museum Bank Indonesia. Museum ini diresmikan pada 15 Desember 2006 oleh gubernur BI, Burhanuddin Abdullah.
Awal memasuki museum kita disambut ramah olah petugas di museum, kita tidak perlu membayar 1 Rupiah pun untuk dapat masuk dan menikmati wisata sejarah tersebut alias GRATIS, banyak pengunjung khususnya pelajar yang menikmati wisata tersebut ada yang antusias dengan wahana nermain sambil belajar yang disediakan pengelola, ada yang terjaga saat mencatat keragaman sejarah perekonomian Indonesia, atau ada juga hanya melakukan foto-foto akan keunikan arsitektur bangunan dari museum Bank Indonesia. Banyak juga pengunjung asing yang dating karena memang orang asing lebih menyukai wisata sejarah yang unik yang jarang di Indonesia.
Akses yang mudah juga yang membuat banyak masyarakat khususnya warga Jakarta yang dating ke Museum Bank Indonesia. Kita bisa menempuh dengan kereta jurusan Kota, ujung dari jalur kereta arah Jakarta, dari Stasiun Kota ( stasiun Beos Kota ) kita bisa langsung dengan berjalan kaki menuju museum tersebut.
Dari segi kebersihan, museum Bank Indonesia cukup baik karena memang ini wisata indoor dan para pengunjung dilarang membawa makanan dan minuman. Lobi terlihat mewah dengan kondisi yang sangat bersih, dan sangat sejuk walaupun di siang hari terik, karena gedung ini Full AC.
Kita patut bangga memiliki banyak wisata sejarah yang banyak diminat juga oleh wisata asing, kita wajib mengetahui sejarah perekonomian di Indonesia.
Ujung Genteng, merupakan daerah pesisir pantai selatan Jawa Barat yang terletak di Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi dengan jarak tempuh sekitar 230 kilometer dari Ibu Kota Jakarta. Jika kita melihat peta, daerah tersebut memang benar-benar di ujung selatan Jawa Barat.Waktu tempuhnya sekitar tujuh atau delapan jam perjalanan menggunakan mobil dan juga terdapat beberapa jalur alternatif yang bisa ditempuh serta sarana angkutan umum yang memadai menuju tempat tujuan.Rute yang harus ditempuh adalah Jakarta – Bogor – Peabuhan Ratu – Jampang Kulon – Surade – Ujung Genteng.
Awalnya,, teman saya mengirimkan pesan kepada saya tentang rencana libura awal tahun setelah perayaan pergantiaan tahun baru. Dia mengatakan rencana kita akan pergi ke Ujung Genteng,, heran bin heran. Ku pikir itu adalah wisata indoor (dalam gedung) dan terdapat dipuncak menara atau gedung tinggi,, namanya juga Ujung Genteng. Tapi ternyata setelah aku searching di google ternyata Ujung Genteng adalah nama sebuah daerah di Sukabumi dan di sana terdapat curug, pantai, dan penangkaran penyu.
Jika membayangkan tempat tersebut memang benar-benar indah, tetapi saat kita menempuh perjalanannya,, waaaww,,,Memang, jalanan yang melintang sepanjang perjalanan cukup mulus, tidak banyak jalan-jalan yang rusaktetapi, jalalan yang kami temput melebihiperjalanan meuju Puncak Bogor. Jalanan semakin lama semakin berbelok-belok, jalan juga tak terlalu lebar. Lebih hebatnya kita memang melewati hutan belantara tanpa ada penerangan sedikitpun dan itu lama sekali, hanya supir berpengalaman yang mampu,,, bisa dibayangkan apalagi saat memasuki Jawa Barat telah lewat pukul 12 malam, memang kami harap-harap cemas,, apa lagi saat kita menemui persimpangan tanpa papan jalan, binggung mana yang benar, kita harus behenti menunggu mobil lewat untuk bertanya arah da itu pukul 3 pagi sangat sedikit mobil yang lewat daerah seperti itu, benar-benar sedikit tapi kami biasa menempuh perjalanan malam, memang dari malam suasana sangat dingin, siapkan jaket tebal dan obat mual, itu hal yang pasti akan dirasakan.
Setelah memasuki daerah Ujung Gentang sudah subuh sekitar pukul 5 pagi, cukup sudah perjalanan tuk hari pertama. Kami memutuskan mengunjungi Curug Cikaso terlebih dahulu di pagi hari, tapi saying saat itu musim hujan jadi aliran curug tak telalu jernih. Setelah memarkirkan kendaraan kami,, kami berjalan kami menuju curug tersebut. Sebenarnya ada dua cara yang dapat ditempuh. Pertama kita bisa menyewa perahu selama 10 menit sebesar 60.000 pulang dan pergi melewati sungai besar atau bisa juga cara kedua yaitu dengan beralan kaki melewati persawahan dan bukit kecil.
Curug Cikaso memiliki 3 jalur air terjun yang cukup tinggi,, tempat ini tidak bisa digunakan untuk berenang karena arusnya cukup deras tapi pemandangannya cukup indah untuk dipandang. Untuk kebersihan,, maaf tapi kami menilai ini dapat mengurangi keindahan curug. Banyak tedapat sampah yang berserakan dan sedikit sekali pengelola menyediakan tempat sampah. Lagi-lagi masalah sampah.
Cukup ironi,, kita membayar Rp 2.000 untuk setiap wisatawan, tapi sedikit kurang sebanding dengan fasilitas yang ada. Semoga saat kami lain waktu berkunjung ke curug Cikaso tak ada lagi hal semacam sampah yang mengurangi indahnya curug J.
Carl Rogers (1951) viewed the child as having two basic needs: positive regard from other people and self-worth.
How we think about ourselves, our feelings of self-worth are of fundamental importance both to psychological health and to the likelihood that we can achieve goals and ambitions in life and achieve self-actualization. Self-worth may be seen as a continuum from very high to very low. For Carl Rogers (1959) a person who has high self-worth, that is, has confidence and positive feelings about him or her self, faces challenges in life, accepts failure and unhappiness at times, and is open with people.
A person with low self-worth may avoid challenges in life, not accept that life can be painful and unhappy at times, and will be defensive and guarded with other people.
Rogers believed feelings of self-worth developed in early childhood and were formed from the interaction of the child with the mother and father. As a child grows older, interactions with significant others will affect feelings of self-worth.
Rogers believed that we need to be regarded positively by others; we need to feel valued, respected, treated with affection and loved. Positive regard is to do with how other people evaluate and judge us in social interaction. Rogers made a distinction between unconditional positive regard and conditional positive regard. Unconditional positive regard is where parents, significant others (and the humanist therapist) accepts and loves the person for what he or she is. Positive regard is not withdrawn if the person does something wrong or makes a mistake. The consequences of unconditional positive regard are that the person feels free to try things out and make mistakes, even though this may lead to getting it worse at times. People who are able to self-actualize are more likely to have received unconditional positive regard from others, especially their parents in childhood. Conditional positive regard is where positive regard, praise and approval, depend upon the child, for example, behaving in ways that the parents think correct. Hence the child is not loved for the person he or she is, but on condition that he or she behaves only in ways approved by the parent(s). At the extreme, a person who constantly seeks approval from other people is likely only to have experienced conditional positive regard as a child.
Psychologist Abraham Maslow first introduced his concept of a hierarchy of needs in his 1943 paper "A Theory of Human Motivation"1 and his subsequent bookMotivation and Personality.2 This hierarchy suggests that people are motivated to fulfill basic needs before moving on to other, more advanced needs.
This hierarcy is most often displayed as a pyramid. The lowest levels of the pyramid are made up of the most basic needs, while the more complex needs are located at the top of the pyramid. Needs at the bottom of the pyramid are basic physical requirements including the need for food, water, sleep, and warmth. Once these lower-level needs have been met, people can move on to the next level of needs, which are for safety and security.
As people progress up the pyramid, needs become increasingly psychological and social. Soon, the need for love, friendship, and intimacy become important. Further up the pyramid, the need for personal esteem and feelings of accomplishment take priority. Like Carl Rogers, Maslow emphasized the importance of self-actualization, which is a process of growing and developing as a person in order to achieve individual potential.
Types of Needs
Maslow believed that these needs are similar to instincts and play a major role in motivating behavior. Physiological, security, social, and esteem needs are deficiency needs (also known as D-needs), meaning that these needs arise due to deprivation. Satisfying these lower-level needs is important in order to avoid unpleasant feelings or consequences.
Maslow termed the highest-level of the pyramid as growth needs (also known as being needs or B-needs). Growth needs do not stem from a lack of something, but rather from a desire to grow as a person.
Five Levels of the Hierarchy of Needs
There are five different levels in Maslow’s hierarchy of needs:
Physiological Needs These include the most basic needs that are vital to survival, such as the need for water, air, food, and sleep. Maslow believed that these needs are the most basic and instinctive needs in the hierarchy because all needs become secondary until these physiological needs are met.
Security Needs These include needs for safety and security. Security needs are important for survival, but they are not as demanding as the physiological needs. Examples of security needs include a desire for steady employment, health insurance, safe neighborhoods, and shelter from the environment.
Social Needs These include needs for belonging, love, and affection. Maslow considered these needs to be less basic than physiological and security needs. Relationships such as friendships, romantic attachments, and families help fulfill this need for companionship and acceptance, as does involvement in social, community, or religious groups.
Esteem Needs After the first three needs have been satisfied, esteem needs becomes increasingly important. These include the need for things that reflect on self-esteem, personal worth, social recognition, and accomplishment.
Self-actualizing Needs This is the highest level of Maslow’s hierarchy of needs. Self-actualizing people are self-aware, concerned with personal growth, less concerned with the opinions of others, and interested fulfilling their potential.